
BATANG HARI-HARIMAUSANGKILAN, COM,-Celah penyalahgunaan energi bersubsidi kembali mengemuka. Investigasi yang dilakukan tim media harimausangkilan,com pada Selasa pagi, 17 Juni 2025, mendapati delapan unit mobil towing bermuatan alat pertanian sedang mengantre di SPBU Desa Sungai Buluh, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Batang Hari, untuk mengisi BBM jenis solar subsidi.
Mobil-mobil tersebut diketahui datang dari Jakarta dengan tujuan akhir Aceh, mengangkut alat berat pertanian jenis combine harvester untuk kepentingan instansi. Saat tiba di SPBU, seluruh unit dalam keadaan bermuatan penuh dan langsung masuk antrean sebelum jam operasional pengisian dibuka.
Tim media yang melakukan pemantauan langsung kemudian mengonfirmasi kepada salah satu petugas SPBU. Seorang operator yang berinisial M, saat dihubungi via sambungan WhatsApp, mengungkapkan bahwa pengisian dilakukan karena kendaraan-kendaraan tersebut telah memiliki barcode MyPertamina yang sesuai dengan pelat nomor kendaraan.
“Untuk mobil jenis towing, baik milik perusahaan atau bukan, kalau memang ada barcode dan cocok dengan pelat nomor yang tertera, tetap kami isikan,” ujar M menjawab pertanyaan wartawan.


Namun, pernyataan tersebut justru memantik tanda tanya besar. Pasalnya, barcode tidak serta-merta membenarkan hak atas subsidi, apalagi jika kendaraan tersebut tergolong unit operasional milik korporasi yang tidak masuk dalam daftar resmi penerima subsidi.
Salah satu sopir dari konvoi mobil towing tersebut, yang enggan disebutkan namanya, mengaku bahwa setiap unit mengisi sekitar 100 liter solar subsidi. Bila dikalkulasikan, maka terdapat sekitar 800 liter solar subsidi yang terserap hanya dalam satu kali pengisian. Jumlah ini tentu berpotensi mengakibatkan kerugian negara, terlebih bila praktik seperti ini terjadi secara masif dan berulang di berbagai SPBU.
Penting dicatat bahwa Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 secara eksplisit mengatur bahwa BBM subsidi jenis solar hanya diperuntukkan bagi:
Angkutan umum barang dan orang,
Usaha mikro,
Petani dan nelayan kecil,
Pelayanan umum.
Mobil towing milik perusahaan pengangkut alat berat tidak termasuk dalam klasifikasi penerima subsidi tersebut. Dengan demikian, pengisian yang dilakukan jelas berpotensi menyalahi aturan hukum.
Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dalam Pasal 28 ayat (1) menyatakan bahwa subsidi BBM hanya ditujukan bagi kelompok masyarakat tertentu. Bahkan, Pasal 53 huruf b dan c menyebut bahwa penyalahgunaan pengangkutan dan/atau niaga BBM subsidi dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp.60 miliar.
Dalam konteks hukum tata negara, subsidi energi adalah bentuk keadilan distributif negara kepada rakyat kecil. Ketika kendaraan komersial milik korporasi memperoleh akses terhadap BBM bersubsidi, maka terjadi pelanggaran terhadap prinsip keadilan sosial sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa sumber daya alam dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir golongan.
Redaksi harimausangkilan,com telah berupaya melakukan konfirmasi lanjutan kepada pihak SPBU, namun hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan resmi dari pengelola maupun otoritas terkait seperti Pertamina dan BPH Migas. Masyarakat kini menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum dan pengawas sektor energi untuk mengusut tuntas potensi penyalahgunaan ini, agar keadilan subsidi benar-benar menyentuh mereka yang berhak.
Dalam menyampaikan laporan ini,harimausangkilan,com menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik, mengedepankan prinsip keberimbangan, konfirmasi, dan itikad baik untuk menjaga kepentingan publik, serta mendorong transparansi dalam pengelolaan sumber daya negara..
(Red)
Redaksi