BATANG HARI-HARIMAUSANGKILAN,COM,-Keresahan karyawan PT SJL belum membuahkan hasil yang signifikan, hal ini diungkapkan oleh salah satu karyawan PT SJL beliau mengungkapkan kekecewaannya kepada media ini

W,”selaku karyawan PT SJL mengungkapkan kekecewaannya,”ya,bang kami sangat berterima kasih kepada media ini yang menerbitkan berita beberapa hari Yang lalu, yang Sangat kami sayangkan kenapa belum ada tindakan tegas dari pihak perusahaan.

Kejadian karyawan fiktif ini sudah terlalu lama berjalan,tapi sampai sekarang belum ada tindakan tegas terhadap pelakunya atau pemain yang bisa masukin data fiktif ini,jadi kami selaku karyawan ingin tahu juga siapa sebenarnya dibalik semua ini,”tuturnya singkat dan tegas

Debi Saputra selaku mandor saat awak media ini ingin konfirmasi melalui via WhatsApp,”tapi sayang tidak di respon

Sudah seharusnya Debi selaku mandor bertanggung jawab atas keteledoran nya, kejadian sudah jalan begitu lama,barang mustahil kalau beliau tidak tahu sama sekali dengan adanya karyawan fiktif tersebut.

Keresahan mencuat dari sejumlah karyawan PT SJL yang merasa dirugikan oleh adanya dugaan praktik manipulasi data karyawan dalam slip gaji. Nama-nama yang tidak pernah mereka kenal ataupun temui selama bekerja, seperti inisial 1,ANDRI EFRIANDI  dan 2,M.MIFZIL disebut tercantum dalam daftar penerima gaji. Ironisnya, karyawan yang bekerja secara nyata di lapangan justru tak mengenal figur yang namanya dicantumkan tersebut.

“Saya sudah hampir satu tahun bekerja di sini, tapi tidak pernah sekalipun melihat siapa 1.ANDRI EFRIANDI dan 2.M.MIFZIL Setiap pekerjaan di lapangan kami yang selesaikan, tapi nama mereka selalu muncul di slip gaji. Ini sangat merugikan kami sebagai pekerja,” ungkap salah satu karyawan yang enggan disebutkan namanya kepada awak media,Minggu (22/06/2025).

Masalah ini  tidak hanya terjadi pada satu kelompok DEBI SAPUTRA saja. Keluhan serupa terdengar dari kelompok yang Lain. Karyawan berharap perusahaan melakukan audit internal dan menyelidiki kebenaran data tersebut.

“Kami hanya bisa bicara atas nama kelompok kami. Soal kelompok lain itu tergantung pihak perusahaan mau menyelidiki atau tidak,” tambahnya.

Menanggapi hal ini, Indra Tanjung selaku Manajer PT SJL memberikan respons singkat namun tegas. “Terima kasih atas informasinya, Bang. Kalau benar ada data fiktif seperti itu, saya tidak akan ragu untuk menindak. Karena bukan hanya karyawan yang dirugikan, perusahaan pun ikut terkena dampaknya,” ujarnya saat dikonfirmasi media ini.

Tindakan pencantuman nama karyawan fiktif dalam catatan gaji dapat dikategorikan sebagai bentuk pemalsuan data. Ini bukan hanya pelanggaran administratif perusahaan, tapi juga masuk dalam ranah pidana. Sesuai dengan Pasal 263 KUHP, pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara hingga enam tahun. Jika disertai dengan penyebaran data palsu yang mencemarkan nama baik, pelaku juga dapat dijerat Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) UU ITE.

Lebih jauh, persoalan ini tidak bisa dilihat sekadar sebagai pelanggaran perusahaan kepada buruh, namun juga menyentuh wilayah hukum tata negara. Dalam konstitusi, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Sedangkan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Artinya, negara memiliki tanggung jawab konstitusional untuk melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang beroperasi di wilayahnya, terutama jika ada dugaan pelanggaran yang merugikan hak pekerja. Fungsi kontrol negara terhadap sektor privat, dalam hal ini PT SJL, tidak boleh abai. Bila dibiarkan, ini menjadi preseden buruk yang mencederai asas keadilan dan demokrasi ekonomi sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.

Karyawan dan serikat pekerja diimbau tidak tinggal diam jika merasa dirugikan secara administratif dan moral. Mereka bisa mengadukan hal ini ke Dinas Tenaga Kerja atau bahkan aparat penegak hukum, demi menjaga integritas hubungan industrial dan memastikan tidak ada warga negara yang hak-haknya dilanggar secara diam-diam oleh sistem.

Jika dugaan ini terbukti, maka perusahaan tak hanya berpotensi mendapat sanksi pidana dan administratif, tetapi juga bisa menjadi perhatian publik sebagai entitas usaha yang mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas yang dijunjung tinggi dalam negara hukum.(Red)