Harimausangkilan.com_Batang Hari – Kepala Desa Simpang Rantau Gedang, EF Kusuma, S.Pd., menegaskan bahwa tuduhan pungutan liar (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di desanya adalah tidak benar dan menyesatkan. Semua biaya yang muncul telah melalui musyawarah desa yang melibatkan 40 peserta, bukan keputusan sepihak atau pemaksaan.

“Tidak ada kebijakan yang dibuat tanpa musyawarah. Semua sudah dibahas, disepakati bersama, dan bersifat transparan. Ini bukan pungli, melainkan kontribusi warga untuk biaya administrasi yang tidak ditanggung pemerintah,” tegasnya, Jumat (8/3/2025).

Ia menjelaskan bahwa program PTSL memang memiliki biaya operasional di luar anggaran pemerintah, seperti materai, fotokopi dokumen, dan transportasi tim pengukur dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hal ini sudah sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri Tahun 2017, yang memungkinkan adanya kontribusi warga dalam batas yang wajar dan transparan.

Hak Jawab Kades dan Indikasi Pemerasan oleh Oknum

Saat isu pungli ini mencuat di pemberitaan, EF Kusuma langsung menggunakan hak jawabnya untuk memberikan klarifikasi. Namun, berdasarkan penuturannya, ada indikasi bahwa justru dirinya diminta fee oleh oknum agar berita yang beredar bisa dihentikan.

“Kami sudah memberikan hak jawab, tapi justru muncul dugaan permintaan fee agar berita tersebut tidak dilanjutkan. Jika ini benar, patut dipertanyakan, apakah pemberitaan itu berdasarkan fakta atau ada motif lain?” ujar EF Kusuma dengan tegas.

Jika benar ada upaya meminta imbalan untuk menghentikan pemberitaan, maka ini masuk dalam kategori pemerasan dan melanggar hukum.

Regulasi Hukum yang Membela Kades dari Tuduhan Pungli

1. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

Pasal 26 ayat (4) huruf d & e: Kepala desa berwenang mengelola keuangan desa berdasarkan musyawarah dan aturan yang berlaku.

Pasal 68 ayat (1): Masyarakat berhak ikut serta dalam pembangunan desa, termasuk menyepakati kontribusi untuk hal-hal yang tidak ditanggung oleh anggaran pemerintah.

2. SKB 3 Menteri Tahun 2017

Mengatur bahwa kontribusi masyarakat dalam program PTSL bukan pungli, asalkan dilakukan transparan dan berdasarkan musyawarah.

3. Pasal 51 KUHP

Seseorang tidak bisa dipidana jika melaksanakan tugas berdasarkan peraturan yang sah.

Dengan regulasi ini, keputusan EF Kusuma berdasarkan musyawarah desa memiliki kekuatan hukum dan tidak bisa dikategorikan sebagai pungli.

Sanksi Hukum bagi Dugaan Pemerasan

Jika benar ada oknum yang meminta fee untuk menghentikan pemberitaan, maka tindakan ini bisa dijerat dengan:

Pasal 368 KUHP → Pemerasan dengan ancaman dapat dipidana hingga 9 tahun penjara.

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 18 ayat (1) → Menghambat kerja jurnalistik atau menyalahgunakan media untuk keuntungan pribadi bisa dipidana 2 tahun penjara atau denda Rp500 juta.

UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi → Jika permintaan fee terbukti sebagai suap atau gratifikasi, pelaku bisa dijerat dengan pidana berat.

Jika dugaan ini benar, maka kepala desa atau pihak yang dirugikan dapat melaporkannya ke aparat hukum dan Dewan Pers untuk penyelidikan lebih lanjut.

Kades Imbau Warga Tidak Mudah Terprovokasi

EF Kusuma meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terpengaruh isu yang belum tentu benar. Ia juga mengajak warga yang merasa ragu atau keberatan untuk berdiskusi langsung dengan pemerintah desa.

“Jangan sampai ada pihak yang memanfaatkan isu ini untuk kepentingan tertentu. Jika ada yang merasa tidak jelas, datanglah ke kantor desa, kita bicarakan bersama,” pungkasnya.

Pemerintah desa tetap berkomitmen menjalankan program PTSL secara terbuka dan sesuai aturan, serta siap bekerja sama dengan pihak berwenang untuk memastikan semua proses berlangsung dengan baik.

(redaksi)**