BATANG HARI — HARIMAUSANGKILAN.COM — Pusaran isu ilegal drilling di Kabupaten Batang Hari kini menyeret nama Toko Akuang ke sorotan tajam publik. Toko yang dikenal sebagai penjual besi galvanis dan perlengkapan industri itu, dituding menjadi pusat suplai alat-alat vital yang digunakan dalam praktik pengeboran minyak ilegal yang terus marak terjadi di hutan-hutan kawasan Batang Hari.

Namun ironis, pemilik Toko Akuang hingga kini memilih bungkam. Tim HARIMAUSANGKILAN.COM telah berulang kali mencoba mengonfirmasi melalui pesan WhatsApp, tetapi saudara Akuang tak kunjung memberikan jawaban. Padahal, hak jawab merupakan prinsip fundamental dalam jurnalisme, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan:

“Pers wajib melayani Hak Jawab.”

Konfirmasi yang dilakukan tim redaksi sejatinya bertujuan meminta klarifikasi terkait dugaan bahwa Toko Akuang menjadi penyedia berbagai perlengkapan ilegal drilling, termasuk pipa galvanis, canting, katrol, serta komponen lainnya yang berfungsi sebagai “gear” krusial dalam operasi sumur minyak ilegal.

Tak hanya sekadar menjual, aktivitas Toko Akuang diduga menjangkau lini produksi dan perakitan. Informasi yang diperoleh HARIMAUSANGKILAN.COM menyebutkan, dua lokasi “dapur produksi” milik Akuang teridentifikasi di Kelurahan Pasar Baru. Pertama, di area belakang Pasar Ketamat Tinggi, tempat di mana pekerja melubangi pipa galvanis. Kedua, sebuah workshop di ujung jalur dua, samping Toko Umran Jaya, yang disebut menjadi lokasi perakitan khusus untuk memproduksi perlengkapan sesuai pesanan para pemain ilegal drilling. Ada pula informasi lain yang menyebutkan lokasi perakitan berada di Simpang Kilangan, tepat di samping gudang rotan.

Suara publik pun semakin lantang menuntut ketegasan penegakan hukum.

“Kalau mau tutup ilegal drilling, tutup juga toko yang jadi dapur suplai alatnya. Percuma kejar pelaku lapangan kalau gear-nya masih bebas dijual. Gak ada gear, gak ada aksi!” tegas seorang warga Batang Hari kepada HARIMAUSANGKILAN.COM.

Dari perspektif hukum tata negara, tidak ada tempat bagi pembiaran kejahatan. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) secara tegas menyatakan:

“Negara Indonesia adalah Negara Hukum.”

Konsekuensinya, setiap tindakan pemerintah dan aparat penegak hukum harus tunduk pada asas due process of law—proses hukum yang adil, transparan, dan tidak diskriminatif. Hal ini selaras dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan:

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

Aktivitas ilegal drilling dikategorikan sebagai tindak pidana berat dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), yang mengancam:

“Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha minyak dan gas bumi tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).”

Selain pelaku di lapangan, penyedia alat (supplier gear) yang terbukti membantu tindak pidana ilegal drilling juga dapat dijerat Pasal 55 ayat (1) KUHP, yang berbunyi:

“Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan, dipidana sebagai pelaku tindak pidana.”

Dalam kerja jurnalistik, wartawan wajib berpegang pada Kode Etik Jurnalistik, khususnya Pasal 1 dan 3, yang mewajibkan pemberitaan akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Selain itu, Pasal 6 huruf c UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan fungsi pers sebagai kontrol sosial sekaligus penyampai informasi yang benar, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Publik pun diingatkan agar bijak dalam menyebarkan informasi. Pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 45A ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE menegaskan sanksi berat bagi penyebar berita bohong yang menimbulkan keonaran atau kerugian publik.

Tindakan tegas yang menyasar hingga ke akar suplai peralatan ilegal menjadi satu-satunya jalan memutus rantai ilegal drilling di Batang Hari. Bungkam bukan jawaban. Publik berhak mendapat kebenaran yang utuh, terang, dan dapat diuji.

(TIM REDAKSI | HARIMAUSANGKILAN.COM)