Harimau Sangkilan | Muara Bulian – Aparat Penegak Hukum (APH) di Kabupaten Batang Hari menggelar Coffee Morning di Pengadilan Negeri (PN) Muara Bulian, Kamis (14/2). Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk mempererat koordinasi dan menyelaraskan pemahaman dalam penanganan perkara pidana, terutama terkait mekanisme Tindak Pidana Ringan (Tipiring).

Acara ini dihadiri oleh Kapolres Batang Hari AKBP Handoyo Yudhi Santosa, S.I.K., M.I.K., Kasat Reskrim Polres Batang Hari AKP Husni Abda, S.I.K., M.H., Kasat Narkoba, jajaran Kapolsek dan Kanit Reskrim se-Kabupaten Batang Hari, serta perwakilan dari Kejaksaan Negeri Batang Hari, BNNK Batang Hari, Pengadilan Negeri Muara Bulian, Lapas Muara Bulian, dan Lapas Anak Muara Bulian.

Salah satu isu utama yang dibahas dalam forum ini adalah pelaksanaan sidang Tipiring, sebagaimana diatur dalam Pasal 205 KUHAP. Pasal ini mengatur bahwa perkara yang dapat diproses melalui mekanisme Tipiring adalah tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal tiga bulan penjara dan/atau denda paling tinggi Rp7.500.

Namun, dalam pelaksanaannya, muncul berbagai tantangan di lapangan, termasuk perbedaan pemahaman mengenai kewenangan penyidik dalam melimpahkan perkara ke pengadilan. Perbedaan ini perlu diselaraskan agar sistem peradilan dapat berjalan lebih efektif dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

Dalam diskusi tersebut, M. Zebua, S.H., salah satu peserta yang dikenal aktif dalam pembahasan isu hukum, menekankan pentingnya efisiensi dalam penegakan hukum.

“Kepastian hukum harus menjadi prioritas. Jika prosedur yang ada justru memperlambat proses penyelesaian perkara, maka dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, sinergi dan kesepahaman antar-lembaga sangat diperlukan agar hukum dapat ditegakkan secara efektif,” ujar M. Zebua.

Ia juga menyoroti banyaknya kasus pidana yang ditangani oleh Sat Reskrim Polres Batang Hari, namun karena masuk dalam kategori Tipiring, proses hukumnya kerap mengalami kendala administratif.

“KUHAP telah memberikan landasan yang jelas mengenai kewenangan penyidik. Kita harus memastikan bahwa penegakan hukum tidak hanya sekadar prosedural, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” tambahnya.

Dalam diskusi ini, turut dibahas pemahaman mengenai Pasal 205 ayat (2) KUHAP, yang menyatakan bahwa penyidik dapat melimpahkan perkara Tipiring atas kuasa penuntut umum. Perbedaan tafsir mengenai apakah kuasa tersebut harus dalam bentuk tertulis atau sudah melekat secara hukum menjadi perhatian dalam forum ini.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua PN Muara Bulian, Evalina Bar Bara Meliala, S.H., M.Kn., menjelaskan bahwa frasa “atas kuasa penuntut umum” dalam pasal tersebut bukan berarti memerlukan surat kuasa tertulis, tetapi merupakan kewenangan yang sudah diatur secara hukum.

“Pelimpahan perkara Tipiring oleh penyidik merupakan kewenangan yang telah diatur dalam KUHAP. Ini adalah bentuk kewenangan hukum yang melekat, sehingga tidak perlu lagi surat kuasa tertulis dari penuntut umum,” jelasnya.

Melalui diskusi yang berlangsung terbuka ini, para peserta berupaya mencari titik temu agar implementasi aturan dapat berjalan dengan baik tanpa menghambat proses peradilan.

Sebagai penutup, M. Zebua kembali mengingatkan bahwa hukum harus berjalan tidak hanya berdasarkan aturan tertulis, tetapi juga dengan mempertimbangkan aspek keadilan bagi masyarakat.

“Hukum yang baik adalah hukum yang dapat diterapkan secara efisien dan adil. Dengan sinergi yang kuat antara kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga terkait lainnya, kita dapat mewujudkan sistem hukum yang lebih transparan, profesional, dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” pungkasnya.

Dengan adanya forum ini, diharapkan koordinasi antar-lembaga penegak hukum di Kabupaten Batang Hari semakin solid, sehingga kepastian hukum dapat benar-benar dirasakan oleh masyarakat.

(Red)**